Banyak daerah memiliki pabrik gula. Tapi hanya Klaten, Jawa Tengah yang memiliki Museum Gula. Beragam koleksinya dapat membuat kita kagum dan bangga. Museum Gula Jawa Tengah terletak di lingkungan kompleks Pabrik Gula Gondang Baru Klaten, termasuk dalam wilayah Desa Gondang Baru, Kecamatan Jogonalan, Kabupaten Klaten.
Letak museum sangat strategis karena berada persis tepi jalan utama/ jalan raya yang menghubungkan kota Yogyakarta dengan Kota Solo. Pendirian Museum Gula Jawa Tengah dilandasi, pertimbangan bahwa perkembangan industri sebagai data untuk pengembangan lebih lanjut. Gagasan pertama dimulculkan oleh Gubernur Propinsi Jawa Tengah yang kala itu dijabat oleh Bapak Soepardjo Roestam dengan dukungan penuh dari Bapak Ir. Waryatno, direktur utama PTP. XV – XVI (persero).
Peresmian berdirinya museum dilaksanakan pada tanggal 22 Agustus 1986, bertepatan dengan diadakannya Kongres Internasional Soceity of Sugar Cane Technologist (ISSCT) di Pasuruan Jawa Timur yang dihadiri para ahli gula seluruh dunia. Museum Gula Jawa Tengan menempati sebuah bangunan lama, yaitu bangunan bekas tempat tinggal yang bergaya arsitektur klasik Eropa.
Bangunan museum didirikan di atas areal tanah seluas 1.261,20 meter persegi dengan luas bangunan 240 meter persegi yang terdiri dari ruang pameran tetap, perpustakaan, lavotary, dan musholla, seta dilengkapi dengan ruang auditorium seluas 753 meter persegi. Status penyelenggaraan museum dilaksanakan oleh PTP. XV – XVI (Persero)yang berkedudukan di Surakarta dan dikelola oleh Pabrik Gula Gondang Baru Klaten.
Dilihat dari jenis koleksinya, museum Gula Jawa Tengah termasuk jenis museum khusus dengan bercirikan teknologi. Koleksi-koleksinya terdiri dari peralatan tradisional penanaman tebu bibit tebu, peralatan tradisional pemeliharaan tanaman tebu dan alat-alat, mekanisme atau fabrikasi dari pabrik gula, serta beberapa foto penunjang. Foto-foto penunjang, antara lain: foto pabrik gula lama, foto upacara giling pertama, tiruan visualisasi ruang administrasi lama dan lain-lain.
Rumah hunian yang sejak tahun 80-an resmi menjadi museum itu, pagi-pagi sudah dibuka untuk umum, walau belum terlihat petugas berjaga. Hingga seorang pria dewasa yang masih tampak muda, datang menyapa. Kami pun berbincang mengenai apa saja yang ada di dalam bangunan dan pekarangan Museum Gula.
Setelah membubuhkan nama, alamat, tanda tangan serta membayar tanda masuk seharga Rp. 3.500,- kita dipandu petugas berkeliling museum. Di dalam ruang pendaftaran saja, ada berbagai koleksi yang dapat kita simak, mulai dari maket pabrik gula (secara umum), beberapa toples berisi beberapa produk pabrik gula sampai limbahnya (seperti gula pasir, tetes tebu, ampas tebu, dsb), hingga koleksi macam-macam tanda mata dari pengunjung.
Di ruang berikutnya, kita dapat menyaksikan maket pabrik gula Baturaja, Kabupaten OKU, Sumatera Selatan. Masih di ruang yang sama, dipajang koleksi yang berhubungan dengan proses produksi gula, sejak dari masa penanaman hingga pembuatan gula. Tak hanya alat pertanian yang digunakan dalam bercocok tanam tebu, bahkan sejumlah hama pengganggu tanaman juga dipajang.
Selain itu ada mesin-mesin yang digunakan di sebuah pabrik gula (manual-modern) dan alat laboratorium. Terlebih lagi di ruang berikutnya. Beberapa koleksi di ruang ini mungkin dapat membangkitkan kenangan masa kecil. Sebab disana dipamerkan berbagai jenis perangkat kerja seperti mesin ketik, mesin hitung, juga alat hitung manual yang semuanya terlihat antik. Beberapa diantaranya dibuat tahun 1900-an.
Di sebelahnya, dipajang meja kerja berikut beberapa peralatan kerja, foto-foto kepala pabrik gula, dari pejabat pertama hingga terkini. Disana juga ada sepasang topi dan tongkat yang digunakan Pak Sinder (istilah/jabatan untuk supervisor perkebunan). Topi dan tongkat ini mungkin mengingatkan kita pada kakek, atau orang tua teman yang kebetulan memiliki jabatan serupa. Saat ini, asesoris kostum tersebut kerap dipakai dalam film/sinetron ber-setting zaman kolonial. Beberapa koleksi dipajang diluar bangunan. Dekat dengan pintu masuk, ada alat pembuat gula dengan sistem manual. Menurut Bimo, petugas museum yang menemani TC saat berkunjung ke Museum Gula baru-baru ini, gula yang dihasilkan dari alat tradisional tersebut secara fisik mirip gula merah (gula Jawa) tapi bahannya dari tebu. Tak kalah menariknya, adalah koleksi yang ada di sebelah kiri bangunan museum. Disana ada Simbah (lokomotif kuno) yang menurut MURI dibuat Backer dan Rubb Prada Nederland tahun 1889. Tapi menurut Bimo, di loko tersebut tak ada catatan tahun pembuatannya.
Museum Gula masih punya koleksi lain yang tak kalah menarik. Ada loko buatan Jerman produksi tahun 1901, pedati (semacam gerobak yang digerakkan dengan sapi/kerbau), yang digunakan sebagai pengangkut tebu dari ladang ke pabrik, dan alat transportasi untuk inspeksi di perkebunan.
Saksi Kejayaan
Sekitar lebih dari tiga setengah abad bangsa Indonesia dijajah kolonial Belanda. Sekitar itu pula beragam kekayaan bumi khatulistiwa ini dieksploitasi. Salah satunya tebu yang dapat diolah menjadi gula (disamping produk lain seperti vetsin, minuman dll).
Tak heran, pada pertengahan abad XIX, di Indonesia (sebagai salah satu wilayah Hindia Belanda) hanyak didirikan industri gula. Tidak tanggung-tanggung, Belanda menerapkan teknologi paling canggih yang dimilikinya, hingga Indonesia menjadi produsen gula terbesar di dunia kala itu.
Bukti banyaknya pabrik gula di Indonesia ada di berbagai kota, bahkan masih beroperasi hingga kini. Beberapa diantaranya Pabrik Gula (PG) Madu Kismo (Yogyakarta), PG Tasik Madu (Karanganyar, Jawa Tengah), PG Pangka (Tegal, Jawa Tengah), dan tentu saja Pabrik Gula Gondang Baru yang ada di Jl. Raya Yogya-Solo, Dustin Gondawinangun, Kecamatan Jogonalan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah ini. Yang disebut terakhir sudah ada sejak tahun 1860. Menarik bukan untuk di kunjungi …..!!!
ALAMAT :d.a Pabrik Gula Gondang Baru
Jalan Raya Jogja – Solo Km. 25, Klaten – Jawa Tengah
Telepon 072-322328
Jalan Raya Jogja – Solo Km. 25, Klaten – Jawa Tengah
Telepon 072-322328
JAM KUNJUNG :Senin – Kamis: 08.00 – 13.30 WIB
Jumat: 08.00 – 11.00
Sabtu: Pk. 08.00 – 12.30
KARCIS MASUK :Dewasa/Anak-anak: Rp 3.500
sumber :http://pristality.wordpress.com/category/pariwisata/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar